MATERI BERAS DAN NASI

PENGERTIAN DAN KANDUNGAN BERAS & NASI


Disini saya akan menerangan tentang pengertian dan kandungan beras dan nasi sebagai kebutuhan pokok manusia ini.


Beras
Beras adalah pangan yang popular untuk penduduk di belahan timur dunia, termasuk negara kita, sejajar dengan gandum untuk dunia barat. Dewasa ini, lebih dari 50 persen penduduk dunia mengkonsumsi beras dalam bentuk nasi atau bubur nasi. Hanya sedikit yang diolah dalam bentuk lain.
Di Indonesia beras adalah penyumbang-kalori dan protein yang terbesar bagi penduduk. Sekitar 52 - 55% kalori dan 45 - 48% protein bagi sebagian besar penduduk Indonesia berasal dari beras. Cara pengolahan beras yang paling umum adalah dimasak menjadi nasi atau bubur beras. Nasi yang dimasak dari beras biasa memerlukan waktu pemasakan 20-30 menit sampai tingkat kematangan yang dapat diterima. Bila ditambah proses sebelumnya yang meliputi perendaman, pencucian dan pengukusan memerlukan waktu total sekitar 1 jam.

Persiapan nasi yang begitu lama untuk golongan masyarakat tertentu, terutama yang sibuk, menjadi penghambat utama sehingga mereka malas memasak nasi. Karenanya banyak usaha-usaha telah dilakukan untuk memproduksi nasi cepat masak atau quick cooking rice atau disebut juga nasi instan, nasi cepat saji atau beras pasca tanak, dengan tujuan untuk mempercepat waktu pemasakan.

Jenis beras ini mempunyai ciri khas yaitu butir-butir berasnya dibuat porous (berpori-pori) sehingga air panas atau uap lebih cepat masuk ke dalamnya yang mengakibatnya waktu menjadi masak menjadi jauh lebih cepat. Teknologi bagaimana membuat beras menjadi porous dan cara pengeringannya menentukan jenis dan mutu nasi instan yang dihasilkan. Nasi yang telah dikeringkan masih mampu menyerap air kembali dalam jumlah yang besar. Sifat inilah yang digunakan dalam pembuatan nasi dan bubur instan dengan cara memasak lebih dahulu nasi sampai tanak lalu dikeringkan. Nasi cepat masak harus dapat disiapkan dalam waktu 3 sampai 5 menit dan cara persiapannya harus sederhana. Setelah dimasak, produk tersebut harus sesuai dengan nasi biasa dalam hal rasa, aroma dan tekstur atau keempukannya. Sifat lainnya adalah harus tinggi nilai gizinya (sama dengan nasi biasa), komposisinya seimbang dan mudah diproduksi dalam jumlah banyak.

Sejak tahun 1970-an, Nissin Food Company di Osaka, Japang telah mengembangkan beras atau nasi instan yang disebut Cup Rice, yang dapat memenuhi sebagian besar dari persyaratan di atas. Beras instan tersebut dibuat dengan cara pemasakan pada suhu dan tekanan yang tinggi kemudian dikeringkan. Dengan cara demikian produk yang diperoleh dapat direkonstitusi atau dibuat menjadi nasi matang hanya dengan penambahan air mendidih dalam waktu 5 menit, dengan menggunakan wadah polystyrene. Pada saat ini telah banyak beredar beras cepat masak, terutama di negara-negara maju. Walaupun sekarang bam terdapat beberapa jenis beras cepat masak yang beredar di pasar dalam negeri, diperkjrakan dalam tahun-tahun mendatang jumlahnya akan makin banyak.

Beras cepat masak dibuat dengan cara pemberian perlakuan pemasakan awal (disebut precooking) dan digelatinisasi (beras diaron sampai berubah menjadi bening warnanya) dengan menggunakan air, uap atau gabungan keduanya. Hasilnya berupa beras matang atau setengah matang. Selanjutnya beras matang atau setengah matang tersebut umumnya dikeringkan sedemikian rupa sehingga diperoleh butir-butir beras kering yang berpori-pori sehingga air atau uap panas lebih cepat masuk ke dalamnya sehingga membuatnya cepat masak. Produk akhimya harus kering, tidak melekat satu dengan yang lain, tetapi harus berupa butir-butir beras yang terpisah. Biasanya butir-butir beras instan mempunyai volume yang lebih besar yaitu antara 1,5-3,0 kali beras biasa. Air matang yang djgunakan untuk membuat beras instan menjadi nasi harus masuk ke dalam butir-butir beras dalam waktu yang relatif cepat.

Sebagai seorang yang terkelilingi oleh para petani dan masyarakat ekonomi menengah ke bawah mungkinlah kita bisa lebih menghargai sedikit hasil kerja keras saudara-saudara kita.

Mengapa Indonesia import beras?,
Mengapa Indonesia sampai mengalami kekurangan beras?,
Dan Mengapa mahalnya harga beras yang beredar di kalangan masyarakat?

Beberapa pertanyaan lagi yang membuat pemikiran menerawang! WOW! LUAR BIASA…!, Negeri yang subur ini telah mengalami sesuatu pemikiran yang berada jauh di luar prediksi para profesor-profesor hebat!. Semua yang dengar berita bahkan sampai kepalapun geleng-geleng akan kasus ini, memang disatu sisi kelangkaan beras yang dialami oleh masyarakat di beberapa daerah ini, bagaikan benang kusut yang sulit untuk diurai. Satu sisi memang semua komponen yang berkecimpung di dunia per-beras-an sudah berusaha menunjukan kinerja yang maksimal, tapi yang dinilai oleh khalayak ini adalah sebuah realita atau kenyataan yang terjadi.

Terpaut dari itu semua, sisi lain adalah dari cara kita menghargai beras itu sendiri yang setiap hari dikonsumsi sebagai menu bahanan makan pokok oleh sebagian masyarakat.
Memang ini sudah menjadi polemik bersama, tetapi setidaknya sebelum kita merubah karakter orang lain, lebih “BIJAKSANA” lagi jika kita merubah karakter dan paradigma kita terlebih dahulu yang bersifat negatif tentang makna ”sebulir beras”.
Apakah kita selama ini sadar akan perbuatan kita?
Perjuangan yang keras dialami oleh para petani, setetes bahkan bertetes-tetes keringat menjadi seolah tak berharga, belum beberapa sisa harta yang keluar untuk membiayai tanaman padi untuk tumbuh subur, jauh dari hama atau wereng. Saat mendulang panen, dan saat itu pula petani mensukseskan munculnya “berbulir-bulir” padi di atas batang yang seolah tak mampu untuk mengangkatnya sehingga tunduk, lesu dan siap untuk dipotong, itu jauh lebih berat perjuangannya dibandingkan dengan perlakuan kita terhadap ”berbulir-bulir padi” tersebut.

Kalau berbicara tentang mendulang panen memang bukan kepalang cerita yang diangkat, tetapi setelah diterima di pasaran dengan harga yang lumayan (seakan-akan beras menjadi sebuah barang yang murah) karena memang jumlahnya melimpah “saat panen” dibanding pengeluaran yang diperlukan untuk mendulang panen. Sekarang yang kita bicarakan bukan berhubungan dengan hal ini, tetapi kita berbicara tentang cara atau perlakuan kita terhadap berbulir-bulir beras yang telah hadir dan menjumpai kita di dunia, banyak sekali beras yang kemudian disulap menjadi nasi terbuang sia-sia, dan perlakuan tersebut seolah-olah kita tidak pernah merasa berdosa setelah melakukan perbuatan itu. Terlalu banyak warung, depot, atau lebih keren lagi jika contohnya adalah sebuah restoran dengan kelas wahhh!, banyak para pengunjung (bisa dikatakan pada saat itu ”lapar” lagi butuh energi, sehingga harus diisi dengan energi baru yang tersimpan dalam berbulir-bulir beras tersebut), termasuk disaat kita makan di rumah.

Saat yang sama banyak diantara mereka hanya memakan sebagian nasi yang disajikan oleh pemilik warung, sehingga yang sebagian lagi menjadi “rezeki” binatang-binatang yang memang pada saat itu bernasib beruntung diberi pemilik warung. Sekali-dua kali, sebulir dua bulir, sepiring dua piring, sekilo dua kilo, jika dikumpulkan satu sama lain bisa sampai terkumpul beberapa kwintal bahkan berton-ton nasi yang terbuang sia-sia. Itu baru satu warung, jika dikumpulkan sampai beberapa warung, beberapa depot, beberapa nasi (berbulir-bulir beras) yang terbuang sia-sia, hal yang sama tentu juga dialami oleh restorant yang berkelas wah!! Itu, termasuk nasi yang terbuang sia-sia di rumah.

Itu baru sehari, bagaimana jika sebulan, setahun, se-abad. WOW…! LUAR BIASA…! (kalkulator pun sudah tidak cukup menyediakan angkanya jika dihitung secara “Al-Jabar” matematis)
Pembicaraan ini memang sangat menarik untuk didiskusikan, mengingat hal itu tidak dilakukan oleh segelintir orang, tapi ratusan bahkan ribuan orang yang bisa dikatakan tidak menghargai “makna dari kehadiran sebulir beras” (maaf saya menyebut seperti itu).

Saat kondangan di kampoeng para undangan enggan menghabiskan sepiring nasi yang telah disuguhkan pemilik hajat (entah saat itu lapar atau kenyang, yang penting saat itu mereka banyak yang tidak menghabiskan nasi yang disuguhkan), tidak tahu apa yang ada di benak orang-orang saat itu.
Apakah takut diberi gelar yang macam-macam? Memang tajamnya lidah bagaikan tajamnya pedang yang bercabang, tapi apakah dari sebuah gengsi itu kita telah mensia-siakan kehadiran berbulir-bulir beras yang telah sukses dihadirkan para pemilik sawah, yang lebih heran lagi, mereka juga ikut berperan dalam tim sukses menghadirkan berbulir-bulir beras dari sawah dengan memakan cukup waktu dan tenaga (yang bisa dibilang separuh hidupnya “dari 24 jam yang ada” untuk bekerja di ladang/sawah) tetapi mereka juga yang telah mensia-siakan kehadiran beras di dunia ini. WOW ….!!! LUAR BIASA…!!!

Hal ini mungkin saja agak wajar, pendidikan serta pengetahuan yang minim tentang perlakuan pasca panen dari sebulir beras yang mereka kuasai. Kita tengok saat adanya undangan perkawinan atau pesta besar yang disajikan dengan prasmanan, dihadiri oleh para pejabat teras kabupaten atau propinsi bahkan skala nasional, yang datang bukan orang biasa tetapi orang luar biasa yang punya pangkat dan jabatan serta mempunyai gelar akademik yang sulit untuk diraih dari sebuah universitas atau institut, mereka itu mempunyai pemikiran yang dasyat untuk perkembangan bangsa dan negara. Tapi apa perlakuannya dengan “berbulir-bulir beras” tadi. Mereka sadar dan saat itu juga sengaja mengambil aneka makanan yang disajikan oleh catering tetapi mereka dengan sadar dan sengaja pula meletakkan seenaknya di bak sampah.

Perlakuan ini bagi sebagian orang sudah menjadi biasa bahkan tradisi dengan berbagai dalih apapun, perbuatan tersebut tetap disalahkan. Karena kita berbicara dalam konteks beras, dalam agama telah disebutkan “bahwa berkah sebuah makanan terdapat pada semua nasi yang ada di piring (tempat apapun yang dipakai saat itu), mungkin juga berkahnya itu terdapat di sebulir nasi yang ada di bulir penghabisan”.

Dalam tuntunan itu sudah jelas dan gamblang bahwa kita ditekankan untuk mengambil makanan secukupnya, sesuai dengan kadar yang bisa ditampung oleh perut. Seandainya sebulir beras itu bisa berbicara, mungkin dia akan bangga, tertawa terbahak-bahak atas suksesnya dia muncul di planet ini.
Mereka telah membanggakan seseorang (petani) yang telah menyediakan lahan untuk tumbuh dan berkembang, untuk kemudian dirawat, dipupuk, dijaga serta mengulitinya sehingga siap saji mendampingi berbagai aneka hidangan.

Mereka (beras) bahkan akan bertambah bersyukur lagi karena dihadirkan oleh ALLAH SWT untuk memuaskan makhluk-makhluk yang sempurna penciptaan-Nya di dunia ini. Dengan bangga mereka akan sombong kepada makhluk-makhluk yang hidup di bumi (yang saat itu menganggap padi menjadi makanan pokok) bahwa akulah yang membuatmu semakin berenergi, bergairah kerja dan kuat menghadapi kerasnya kehidupan. Dengan angkuh pula mereka berkata : “Bagaimana seandainya tidak ada aku di dunia ini, mungkin saja kamu akan secepat mungkin kembali ke hadirat-Nya”.

Seiring dengan kebiasaan atau tradisi orang–orang yang hidup di sekitar kota ini “kalau tidak makan nasi namanya bukan makan, meskipun sudah ngemil macam-macam seakan-akan kita wajib a’in untuk makan sepiring nasi. Tetapi kenapa kita belum sadar akan kehadiran sebulir beras dihadapan kita
Dan apa yang terjadi jika saat itu sebulir beras tersebut tidak kita makan, sama nasibnya pada diri kita jika kita tidak berguna (min. tidak bisa membantu) bagi lingkungan kita, masyarakat, keluarga atau orang-orang terkasih (misalnya : sanak saudara dan famili kita di rumah). Atau lebih luas lagi, jika kita tidak berguna bagi bangsa, negara lebih-lebih pada Agama, kita hanya bisa meratapi, menangis, bersedih dan lebih-lebih (maaf) melakukan hal-hal yang bisa diharamkan oleh agama atau ditentang oleh adat yang berlaku. Mungkin sama seperti itulah gambarannya jika sebulir beras yang telah mampir sebentar di dunia ini kemudian terbuang dengan sia-sia yang seharusnya mampir untuk beberapa lama pada tubuh sehingga menjadi daging, energi atau yang lain.

Tetapi banyak diantara kita tidak menghargai “makna dari kehadiran sebulir beras” tersebut.
Kembali ke pertanyaan awal bahwa, Mengapa Indonesia akan import beras?, Mengapa Indonesia kekurangan beras?, Mengapa Harga beras yang beredar di kalangan masayarakat, mahal?, Pertanyaan ini memang sungguh luar biasa!, ini siapa yang disalahkan?, seakan-akan ada beberapa komponen elemen masyarakat telah melakukan kesalahan yang sangat fatal…!, sehingga berakibat buruk bagi pendistribusian beras yang terjadi di lingkungan kita. Lebih afdhol lagi kita menghindari saling tuduh, satu sama lain, kita coba untuk memperbaiki sifat dan karakter yang berkembang dan mengakar pada tubuh kita.

Dengan adanya isu kelangkaan beras (bahkan sekarang sudah tidak menjadi isu lagi) dan harga mahalnya beras dipasaran kita wajib bertanya-tanya dengan apa dan bagaimana kondisi yang terjadi dengan bangsa kita, disamping beberapa bencana yang telah singgah di bumi pertiwi ini, dan jawabannya berada di lubuk hati yang paling dalam pada diri saya dan anda semua. Dan kita sangat berharap pihak pemerintah sebagai komponen utama tidak setengah-setengah dalam penuntasan kasus ini, tentunya pemerintah juga mengharapkan dukungan dari masyarakat. Bumi Indonesia telah mewariskan tanah yang subur sekali, dan sudah selayaknya kita mewariskannya kepada generasi kita selanjutnya. (karena bukan kita penghuni tunggal bumi pertiwi ini tetapi masih teramat banyak penerus kita yang akan lahir)


Jenis dan Proses Pembuatan Beras Cepat Masak
Beras cepat masak yang dihasilkan dapat berbeda dalam jenis dan mutunya disebabkan adanya perbedaan dalam hal kadar air, waktu dan suhu pemasakan awal ketika membuat beras instan, kondisi pengeringan, dan cara pembuatannya. Variasi mutu yang penting adalah dalam hal kecepatan pengolahan menjadi nasi, yamng berkisar antara 10-15 menit, 5 menit, dan 1 -2 menit.

Sejak 40 tahun yang lalu telah banyak proses pembuatan beras instan yang telah dipatenkan. Jika dikelompokftan metode pembuatannya dapat dibagi menjadi 10 jenis proses, dan tak terhitung yang menggunakan kombinasi atau memodifikasi proses-proses di atas. Jenis-jenis proses yang digunakan dalam pembuatan beras instan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Beras mula-mula direndam dalam air sampai kadar airnya menjadi 30 %, kemudian dimasak dengan air panas sampai kadar air 50 - 60 % dengan atau tanpa menggunakan uap. Kemudian, perebusan atau pengukusan diteruskan sampai kadar airnya menjadi 60 - 70 % dan kemudian dikeringkan dengan hati-hati sampai kadar airnya mencapai 8-14 % dengan menjaga agar struktumya berpori-pori. Modifikasi yang dilakukan terhadap cara ini antara lain dengan perlakuan panas kering pendahuluan untuk membuat berpori-pori butir-butir beras sebelum dimasak dan dikeringkan.
2. Beras direndam, direbus, dikukus atau dikukus dengan tekanan untuk membuat butir-butir beras tergelatinisasi, dikeringkan dengan suhu yang rendah untuk menghasiikan butir-butir beras yang agak berat dan mengkilat, kemudian diberi perlakuan dengan pengembangan pada tekanan dan suhu tinggi untuk memperoleh struktur berpori-pori yang diinginkan.
3. Beras dipregelatinisasi, digiling atau ditekan untuk memperoleh butiran yang agak gepeng dan kemudian dikeringkan untuk memperoleh butiran beras yang relatif kering dan mengkilat.
4. Beras diberi perlakuan dengan udara panas yang mengaiir cepat pada suhu 65,6 - 315,6°C untuk membuat proses dekstrinasi pati dalam beras, membuat berpori-pori atau mengembangkan butiran beras. Dalam proses ini tidak ada perlakuan pemasakan atau pengukusan.
5. Beras diaron, kemudian dibekukan, dtfhawing (dicairkan kembali) dan dikeringkan. Metode ini sering dikombinasikan dengan metode 1, 2 dan 3.
6. Metode Gun Puffing yang merupakan kombinasi dari periakuan-perlakuan pendahuluan terhadap beras dengan pengunaan suhu dan tekanan tinggi, diikuti dengan pengeluaran secara cepat ke dalam ruangan yang tekanannya lebih rendah (biasanya ke ruangan tekanan atmosfir atau ruang hampa).
7. Nasi masak dengan pengeringan beku.
8. Perlakuan atau pemberian bahan kimia
9. Kombinasi 2 atau lebih dari metode-motode di atas.
10. Metode-metode lain.

Dari sepuluh metode tersebut di atas, beberapa metode yang mudah dalam pembuatan nasi atau bubur instan akan diuraikan sebagai berikut:
a) Motode Rendam-Rebus-Kukus-Keringkan
Metode ini pertama kali dikembangkan oleh Ozai dan Durrani tahun 1948 sehingga disebut metode Ozai-Durrani. Metode ini digunakan oleh General Foods Corporation untuk membuat produk Minute Rice yang merupakan nasi instan pertama dari jenis ini.
Mula-mula beras direndam dalam air pada suhu kamar. Kadar air beras meningkat menjadi 30%. Kemudian perebusan dilanjutkan selama 8-10 menit sehingga kadar airnya menjadi 65 - 70 %. Setelah itu dilakukan penirisan, pendinginan dan pencucian dalam airdingin selama 1-2 menit, dan dihamparkan untuk dikeringkan. Ruang pengering harus mempunyai suhu yang relatif tinggi dengan udara yang mengalir di dalamnya. Suhu yang digunakan adalah 140 °C dengan kecepatan aliran udara yang melewati beras 61 m/menit. Pengeringan dilakukan sampai kadar air beras menjadi 8 - 14%. Kondisi pengeringan daiam hal ini suhu dan kecepatan aliran udara sangat penting untuk menghasilkan struktur nasi kering yang berpori.


b) Penggunaan Bahan Kimia
Pembuatan beras pasca tanak dengan perlakuan kimia antara lain dapat dilakukan dengan penambahan senyawa posfat. Tujuannya adalah untuk menjadikan butir-butir beras menjadi porous, sehingga proses penyerapan air menjadi lebih cepat pada waktu penambahan air panas atau pemasakan. Pada pembuatannya beras direndam dalah 0,2 persen larutan Na2HP04 dengan perbandingan 1 : 3 selama 18 jam. Perendaman ini rnenyebabkan pH menjadi agak asam yaitu sekitar 5,2. Seianjutnya hams dinetralkan dengan penambahan NaOH 2 N sampai mencapai pH 7.0-7.3.
Selain itu bahan kimia lain yang digunakan adalah larutan Natrium sitrat atau larutan Kalsium klorida, baik sendiri maupun kombinasinya dengan perbandingan 1:1.
c) Metode Pembekuan
Selain dengan perlakuan kimia cara lain pembuatan beras pasca tanak yang mudah adalah cara pembekuan atau'pengeringan beku. Pembekuan dan penyimpanan beku akan meningkatkan pengembangan molekul-molekul pati melalui ikatan hidrogen. Proses ini akan meiepaskan air yang ada di dalam sistem gel. Pemerasan setelah proses thawing akan meninggalkan padatan butir-butir beras dengan struktur mikrosponge. Setelah proses pengeringan, padatan kering yang porous ini dapat dengan cepat tergelatinisasi pada waktu rehidrasi atau penambahan dengan air panas.
Pada proses pembuatan beras pasca tanak dengan proses treeze-thaw, selama pembekuan kristal es yang terbentuk akan memecahkan struktur koloid pati, sehingga butiran beras menjadi porous. Beras pasca tanak ini dapat dengan cepat menyerap air pada waktu pemasakan kembali.

Bubur nasi kering dengan sifat organoleptik yang lebih baik dari bubur nasi yang beredar dj pasaran dapat dibuat dengan cara sebagai berikut:
1. Beras direndam dalam larutan 1 persen Na-Sitrat dan Ca(H2P04)2 (1 : 1) selama 2 jam.
2. Beras dicuci, diganti air baru dan dimasak selama 35 menit menjadi bubur nasi.
3. Bubur nasi yang diperoleh kemudian didinginkan, dan seianjutnya dibekukan pada suhu -20 °C selama 19 jam.
4. Seianjutnya dicairkan dalam air dingin yang mengalir selama 45 menit, diperas dan dikeringkan pada suhu 60 °C sampai kering.
5. Bubur kering ini dapat dimasak selama 5 menit dengan penambahan air 1 : 10.


Nilai Gizi
Dilihat dari komposisi kimiariya, yaitu kadar protein, lemak, serat kasar, kadar abu dan karbohidrat nasi instan dan bubur nasi kering relatif sama dengan nasi yang dimasak dengan cara biasa. Hal ini misalnya dapat ditunjukkan dari saiah satu hasil penelitian yang menunjukkan bahwa beras biasa mempunyai kadar protein 7,35%, lemak 0,61%, serat kasar 1,20%, abu 0,53% dan karbohidrat 91,51%, sedangkan beras instan mempunyai kadar kadar protein 7,81%, lemak 0,58%, serat kasar 0,98%, abu 0,69% dan karbohidrat 90,92%.

Kemungkinan hilangnya zat gizi selama pembuatan nasi instan antara lain dapat terjadi karena tarut atau rusak yang disebabkan adanya perendaman dan perlakuan dengan bahan kimia flika pengolahannya menggunakan bahan kimia). Senyawa yang hilang umumnya berupa vitamin dan mineral. Dalam pembuatannya kehilangan vitamin tersebut dapat diperbaiki lagi dengan penambahan vitamin, khususnya kelompok vitamin B. Tetapi karena nasi atau beras pada umumnya dimaksudkan sebagai sumber karbohidrat (energi) dan protein, maka manfaat yang diiperoleh dengan mengkonsumsi nasi instan sama dengan nasi biasa.


Nasi
Nasi putih, dikonsumsi oleh lebih dari 500 juta jiwa di Asia Tenggara sendiri. Mulai dari Indonesia, Singapura, Malaysia, Vietnam, Filipina, dan seterusnya. Sebuah makanan dasar yang memenuhi kebutuhan karbohidrat kita, berwarna putih, berbentuk lonjong yang imut mengundang selera makan, rasa nikmat memberi kepuasan batin dan lahiriah. Tetap sedap jika dikonsumsi bersama lauk-pauk lain mulai dari tumis daging, sayur cah kangkung yang menggoda, telur goreng, tempe, tahu, bahkan sampai makanan mewah bak steak, babi panggang (maaf teman-teman muslim, tapi anda sekalian tahu bahwa saya sangat menyukai makanan yang mengandung babi), dan masih banyak lagi.
Nasi pun bisa dimasak sedemikian rupa menjadi sebuah santapan yang bisa dinikmati semua kalangan dimulai dari pemulung hingga presiden: nasi goreng, nasi kuning, nasi telur, nasi mentega, nasi gila, nasi kucing, dan masih banyak lagi.

Satu lagi kehebatan nasi yang saya berhasil pelajari sewaktu saya bertualang ke Jogjakarta bersama Ayah saya: Nasi, di manapun, kapanpun, dalam situasi apapun, bisa mengumpulkan sekelompok orang asing dalam sebuah meja makan dan melupakan perbedaan mereka dengan menikmati nasi dan makanan yang tersedia. Nasi itu hebat ya?
Tetapi, jika kita pikirkan bersama, sebutir nasi itu memiliki sebuah cerita tersendiri yang bisa kita ambil sebagai sebuah pelajaran hidup.

Semua itu dimulai dari tanaman padi… yang dipanen oleh para petani setelah menguning, dan dipukuli ke sebuah papan agar bulir-bulir padi itu bisa rontok dan dikumpuli. Setelah dikumpuli bulir-bulir padi yang rontok tersebut, mereka akan dibawa dan dituang kedalam sebuah lesung untuk sekali lagi, dipukuli oleh alu-alu. Bulir-bulir padi ini akan lepas dari kulitnya dan akan berubah menjadi butir-butir beras. Setelah itu, semua itu akan dikumpulkan, dikarungi dan dijual sebagai beras siap masak.

Nah, sekarang mari kita bayangkan jika beras itu adalah jati diri kita masing-masing. Dimulai dari awal pertumbuhan… pada saatnya akan ‘menguning’-matang dengan seiiringnya waktu. Pematangan ini pun tergantung dari kondisi tanah, yang bisa kita artikan kondisi lingkungan di mana kita tumbuh. Namun, ini pun juga bisa menjadi pelajaran, jika memang bibit padi itu sebuah bibit unggul, maka ia pun akan tumbuh dengan baik.

Setelah ‘matang’ maka kepribadian beras itu dicoba. Dibanting dari batang utamanya, mungkin ini bisa kita artikan ketika kita, sebagai remaja atau sebagai seorang individu, ‘dilepas’ untuk merantau di dunia nyata. Setelah kita semua ‘lepas’ dari batang utama kita, yaitu orang tua kita, maka kita dihentak, di’alu’ oleh kenyataan dunia. Setelah bulir-bulir padi itu lepas dari sekamnya, bisa kita artikan sebagai semua topeng dan apapun yang menutupi jati diri kita yang sebenarnya ‘terpecahkan’ atau ‘terkupas’ dan menunjukkan apa buah, apa inti sebenarnya.

tetapi hati-hati, karena terkadang sekam itu terlihat gemuk dan padat, namun bisa saja kosong, atau berisi beras yang busuk.
Beras itu pun siap masak dan siap untuk disantap.. Coba pikirkan bahwa semua ujian dan semua cobaan itu akan berhasil pada akhirnya akan menjadi sebuah pencapaian yang berarti bagi kita. Sebuah hasil akhir yang sangat memuaskan, yang sangat nikmat yang adalah diri kita sendiri.

Satu hal lagi yang kita semua bisa petik dari nasi adalah, nasi adalah nasi. Dari mana pun, nasi Jepang, Nasi Indonesia, Setra Ramos, Rojolele, Pandan Wangi, apapun, jika dimasak akan menjadi nasi. Nasi goreng, nasi kuning, nasi kucing, apapun bumbunya, apapun warnanya, apapun rasanya bahan dasarnya adalah nasi.

Begitu pula kita manusia. Bagaimanapun kita menghias diri, menutup diri, menolak diri, membuat diri kita ‘pedas’, ‘asin’, ‘asem’, ‘manis’ (ramai rasanya), kuning, putih, coklat, merah kita adalah diri kita sendiri. Kita tidak bisa menolak kenyataan bahwa kita diciptakan sebagai kita sendiri.

Janganlah membuang waktu dengan mencoba menjadi makanan lain jika kamu memang diciptakan sebagai beras.

Jadi intinya, kita adalah diri kita sendiri. Di manapun kita berada, siapapun kita ini, peganglah teguh jati diri kita karena itu adalah kekuatan kita.

Jadilah sebuah bibit unggul, yang akan membuat sepiring nasi yang nikmat disantap.

Comments

Popular Posts